Oleh : Muhammad Rizal Akbar (Sekjen PIPSM)
Budaya colok merupakan tradisi yang berkembang subur di tengah masyarakat Pesisir Selat Melaka, teruta pulau Bengkalis. Pakning, Dumai, Rupat Meranti bahkan Pekanbaru serta berbagai kawasan lainnya. Kegiatan ini hadir sebagai bagian penanda akan berakhirnya Ramadhan. Teradisi Colok adalah aktifitas masyarakat memasang lampu minyak tradisional di halaman rumah hingga di sepanjang jalan Kampung dan Kota. Tradisi ini tidak hanya menghadirkan keindahan visual di malam hari, tetapi juga menciptakan suasana kebersamaan yang sangat kental di kalangan warga Bengkalis khususnya.
Pada dasarnya, budaya colok mencerminkan nilai kebersamaan dan gotong royong yang tinggi. Setiap warga saling membantu dalam proses persiapan, mulai dari pengadaan kayu, pelita dari kaleng dan botol kecil, penyiapan sumbu, hingga pemasangan lampu minyak. Kegiatan ini pun menjadi momentum untuk mengeratkan hubungan sosial antarsesama warga kampung, khususnya generasi muda yang turut terlibat aktif.








Budaya colok yang awalnya merupakan bagian dari aktifitas pendukung ritualualitas malam-malam akhir Ramadhan sebagai penerang jalan bagi ummat Muslim menunaikan ibadah malam Ramadhan terutama dalam menyambut kedatangan lailatul Qadar. Colok biasanya di pasang pada malam 27 Ramadhan (yang disebut tujuh likur), budaya itu kini telah menjadi identitas khas bagi masyarakat Bengkalis khusnya serta kawasan-kawasan lainnya yang turut melestarikan warisan budaya Melayu di Pesisir Selat Melaka. Banyak masyarakat dari luar daerah sengaja datang untuk menikmati keindahan cahaya lampu minyak yang berjajar indah, menampilkan pesona kearifan lokal yang lestari. Oleh sebab itu, pemerintah setempat terus mendukung pelestariannya sebagai bagian dari kekayaan budaya daerah.
Di samping sebagai bentuk ekspresi seni tradisional, colok juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Api pada lampu minyak melambangkan semangat dan harapan, sedangkan cahaya yang menerangi jalan dipercaya sebagai simbol pencerahan rohani di bulan Ramadan. Makna tersebut diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi, memperkuat nilai religius dalam kehidupan masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir, budaya colok di Bengkalis dan kawasan lainnya di Pesisir Selat Melaka juga mulai dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Pemerintah daerah bersama masyarakat berkolaborasi menyelenggarakan festival colok yang rutin diadakan setiap tahun. Festival ini tidak hanya menarik wisatawan domestik, tetapi juga pengunjung dari luar negeri yang tertarik menyaksikan tradisi khas Melayu tersebut.
Namun demikian, budaya colok juga menghadapi tantangan di era modernisasi. Salah satunya adalah mulai berkurangnya minat generasi muda yang lebih tertarik pada budaya digital daripada tradisi lokal. Oleh karena itu, peran lembaganya adat, sekolah, serta tokoh masyarakat sangat diperlukan untuk mengedukasi generasi muda tentang pentingnya melestarikan budaya colok sebagai identitas masyarakat.
Keberlangsungan budaya colok sangat bergantung pada kesadaran kolektif masyarakat dalam menjaga dan melestarikannya. Menjaga keberlanjutan tradisi ini merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur, tetapi juga sebagai warisan budaya yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Dengan semangat bersama, budaya colok akan tetap menyala terang sebagai ciri khas masyarakat.